RSS

Akhlaq Beramal Jama’i

27 Jan

Amal jama’i adalah bekerja bersama-sama di dalam jamaah yang berkomitmen melakukan dakwah. Jamaah adalah kumpulan orang orang yang mempunyai perbedaan warna kulit, bentuk rambut, bentuk wajah, bentuk tubuh, otak, asal usul suku, bangsa, bahasa dll, tetapi bersepakat bersama sama bergerak dengan cita-cita dan tujuan yang sama, arah pemikiran yang sama, dan metodologi yang disepakati bersama untuk mencapai target yang akan dicapai secara bersama.

Dengan Heteroginnya anggota jamaah, agar mampu beramal jama’i dalam melakukan amal sholeh sehingga tercapai apa yang dicita citakan, maka setiap anggota harus berpegang teguh pada hal hal pokok akhlaq beramal jama’i.

1.Niat Ikhlas

Beramal jama’i untuk melakukan dakwah islam, agar tidak hanya memperoleh capek/lelah, tetapi mempunyai nilai ibadah dan di ridloi oleh Sang Pemilik Islam, maka harus di jaga keikhlasannya, sehingga hanya mengharapkan keridhoan dan pahala dari Alloh SWT saja, bukan mengharapkan materi dunia(jabatan, harta, pujian, sanjungan, wanita, popularitas). Sebagaimana yang disampaikan para Nabi dan Rasululloh ketika mendakwahkan tauhid dan agama Alloh SWT, selalu menyampaikan kepada kaumnya dengan ucapan “upahku cukup dari Alloh SWT”

a. Dakwah Nabi Nuh As (11 :29)

وَيَا قَوْمِ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالًا ۖ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ ۚ وَمَا أَنَا بِطَارِدِ الَّذِينَ آمَنُوا ۚ إِنَّهُمْ مُلَاقُو رَبِّهِمْ وَلَٰكِنِّي أَرَاكُمْ قَوْمًا تَجْهَلُونَ


Dan (dia berkata): “Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang tidak mengetahui”.

b. Dakwah Nabi Hud As kepada kaum Ad (11: 51)

يٰقَوْمِ لَآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ اَجْرًا ۗاِنْ اَجْرِيَ اِلَّا عَلَى الَّذِيْ فَطَرَنِيْ ۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ

Wahai kaumku! Aku tidak meminta imbalan kepadamu atas (seruanku) ini. Imbalanku hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Tidakkah kamu mengerti?”

c. Dakwah Nabi Shalih kepada kaum Tsamud(26:145)

وَمَآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ اَجْرٍۚ اِنْ اَجْرِيَ اِلَّا عَلٰى رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ ۗ

Dan aku tidak meminta sesuatu imbalan kepadamu atas ajakan itu, imbalanku hanyalah dari Tuhan seluruh alam.

d. Dakwah Nabi Luth as (26:164)

وَمَآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ اَجْرٍ اِنْ اَجْرِيَ اِلَّا عَلٰى رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ ۗ

Dan aku tidak meminta imbalan kepadamu atas ajakan itu; imbalanku hanyalah dari Tuhan seluruh alam.

e. Dakwah Nabi Syu’aib kepada kaum ‘Ad (26:180)

وَمَآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ اَجْرٍ اِنْ اَجْرِيَ اِلَّا عَلٰى رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ ۗ

Dan aku tidak meminta imbalan kepadamu atas ajakan itu; imbalanku hanyalah dari Tuhan seluruh alam.

f. Dakwah Nabi Muhammad SAW

Ketika Rasululloh SAW berdakwah para pembesar quraisy merasa terganggu dan gelisah karena dakwahnya akan merusak tatanan yang sudah mereka yakini kebenarannya dengan kekuasaan dan penyembahan berhala-berhalanya, kemudian mereka meminta Abi Thalib paman Rasululloh SAW untukm menghentikan dakwah beliau,

Abu Thalib menyadari situasi gawat yang dihadapinya. la memanggil keponakan tercintanya dan menceritakan semua yang dikatakan oleh para pembesar Quraisy. la berkata, “Jagalah dirimu dan diriku dan jangan membebaniku dengan sesuatu yang melebihi kemampuanku.”

Mendengar hal itu, dengan tenang dan teguh hati, Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab, “Walaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku berpaling dari risalah yang aku bawa, aku tidak akan berhenti sampai Allah SWT mengantarkan aku pada kejayaan Islam atau aku binasa karenanya.“

Tersentuh oleh nada tinggi dari jawaban keponakan tersayangnya, Abu Thalib menjawab, “Lakukan apa yang ingin kamu lakukan! Demi Tuhan Pemelihara Ka’bah, aku tidak akan menyerahkanmu pada mereka.”(https://umma.id/article/share/id/8/192229)

2. Tidak meminta jabatan karena Ambisi

Meminta jabatan atau kedudukan karena ambisi tidak di perbolehkan, karena akan akan menjadi gelap mata sehingga untuk mencapai tujuan akan melabrak rambu-rambu akhlaq dan agama. Sebagaimana jawaban Rasululloh SAW ketida ada yang minta diberikan jabatan sebagai pemimpin, sbb :

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَرَجُلاَنِ مِنْ قَوْمِي، فَقَالَ أَحَدُ الرَّجُلَيْنِ: أَمِّرْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَقَالَ الآخَرُ مِثْلَهُ، فَقَالَ: «إِنَّا لاَ نُوَلِّي هَذَا مَنْ سَأَلَهُ، وَلاَ مَنْ حَرَصَ عَلَيْه

Dari Abu Musa Radhiyallahu anhu dia berkata, “Saya masuk menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama dengan dua orang dari kaumku, lalu salah seorang dari kedua orang itu berkata, “Jadikanlah (angkatlah) kami sebagai amir (pejabat) wahai Rasulullâh!” Kemudian yang seorang lagi juga meminta hal yang sama. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kami tidak akan mengangkat sebagai pejabat orang yang memintanya dan tidak juga orang yang tamak terhadap jabatan itu” Hadits Shahih. Telah dikeluarkan oleh al-Bukhâri (2261, 6923, 7149, 7156 & 7157) dan Abu Dâwud (2930, 3579 & 4354) dan an-Nasâ-i (5382) dan yang lainnnya(https://almanhaj.or.id/)

Kecuali sekedar mengusulkan sesuai dengan kompetensi yang di miliki tanpa meremahkan orang lain dan jika tidak disetujui juga tidak membuat makar melakukan mosi tidak percaya kepada pimpinan, maka usulan tersebut diperbolehkan, sebagaimana usaulan Nabiyulloh Yusuf as ketika di tawari jabatan mengusulkan diri agar di beri amanah sebagai bendahara negara(12:54-55)

وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُوْنِيْ بِهٖٓ اَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِيْۚ فَلَمَّا كَلَّمَهٗ قَالَ اِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِيْنٌ اَمِيْنٌ

Artinya: Dan raja berkata, “Bawalah dia (Yusuf) kepadaku, agar aku memilih dia (sebagai orang yang dekat) kepadaku.” Ketika dia (raja) telah bercakap-cakap dengan dia, dia (raja) berkata, “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami dan dipercaya.”

قَالَ اجْعَلْنِيْ عَلٰى خَزَاۤىِٕنِ الْاَرْضِۚ اِنِّيْ حَفِيْظٌ عَلِيْمٌ

Artinya : Dia (Yusuf) berkata, “Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan.”

3. Taat

Ketika seorang muslim memahami tentang jamaah dan bersedia bergabung bersamanya untuk beramal jama’i dalam melakukan amal sholeh dan dakwah, komitmen ketaatan sangat penting dan harus dipegang teguh, karena jika tidak ada ketaatan maka tidak ada namanya berjamaah, sebagaimana Atsar Umar Bin Khatab yang kurang lebih berbunyi seperti di bawah ini:

عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ قَالَ تَطَاوَلَ النَّاسُ فِي الْبِنَاءِ فِي زَمَنِ عُمَرَ فَقَالَ عُمَرُ يَا مَعْشَرَ الْعُرَيْبِ الْأَرْضَ الْأَرْضَ إِنَّهُ لَا إِسْلَامَ إِلَّا بِجَمَاعَةٍ وَلَا جَمَاعَةَ إِلَّا بِإِمَارَةٍ وَلَا إِمَارَةَ إِلَّا بِطَاعَةٍ فَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى الْفِقْهِ كَانَ حَيَاةً لَهُ وَلَهُمْ وَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى غَيْرِ فِقْهٍ كَانَ هَلَاكًا لَهُ وَلَهُمْ.

Dari Tamim Ad Dari radliallahu ‘anhu ia berkata: “Orang-orang berlomba-lomba mempertinggi bangunan pada zaman Umar, lalu Umar berkata: ‘Wahai masyarakat Arab ingatlah tanah, ingatlah tanah, sesungguhnya tidak ada Islam kecuali dengan berjama’ah, dan tidak ada jama’ah kecuali dengan adanya kepemimpinan, dan tidak ada (gunanya) kepemimpinan kecuali dengan ketaatan. Barangsiapa yang dihormati kaumnya karena ilmu, hal demikian membawa kebaikan untuk kehidupan dirinya dan masyarakatnya, dan barangsiapa yang dihormati oleh kaumnya bukan karena ilmu, maka ia hancur (begitu juga dengan) kaumnya’.” (HR. Al-Darimi: 253)(https://islami.co/)

Ketaatan adalah melaksanakan perintah dan merealisasikannya dengan segera, baik dalam keadaan sulit maupun mudah, saat bersemangat maupun terpaksa.

4. Sabar

Kesabaran dalam beramal jama’i adalah hal penting yang harus senantiasa ada dalam diri anggota jamaah, karena setiap orang mempunyai kelebihan dan juga kekurangan, tanpa adanya kesabaran maka kan senantiasa terjadi perpecahan.

5. Melaksanakan kewajiban tanpa menuntut hak

Perjuangan dakwah merupakan perintah Alloh SWT dan meneladani Rasululloh SWA, para shahabat, tabi’in tabi’ tabi’in, sehingga yang dilakukan adalah melakukan kewajiban dalam beramal islami, bukan menuntut hak, karena faktor ikhlas dalam beramal yang di dahulukan untuk mencari pahala dari Alloh SWT. Jika dalam beramal islami mendapatkan kenikmatan dunia, itu semata mata barokah dari Alloh SWT.

Sumber Buku Menjaga Soliditas Kader Dakwah by Aunur Rafiq Salih Tamhid,Lc

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 27 Januari 2022 inci Ceramah dan Artikel

 

Tag: ,

Tinggalkan komentar